Kamis, 12 Maret 2015

Makalah Landasan Teori Belajar



            Teori Psikologi sebagai dasar atau landasan pengembangan teori-teori belajar.Landasan dari teori-teori belajar ini dapat digolongkan ke dalam lima aliran yang dianggap besar dan sangat dominan dalam memenuhi praktek pembelajaran yakni, behavioristik, Kognitifistik, Humanistik, Kontruktivistik, dan Cybernetik.
A.    Aliran Behavioristik    
Belajar menurut pandangan aliran behavioristik pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap pancaindra dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan respon (S-R). Oleh karena itu, teori belajar ini juga dinamakan teori Stimulus-Respon yaitu belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan stimulus dan respon sebanyak-banyaknya. 
Teori-teori belajar yang dilandasi aliran behavioristin antara lain yaitu:
1.      Connectionisme (Thorndike)
Teori connectionisme (hubungan) yang dibangun oleh Thorndike dari percobaannya diperoleh gambaran yang luas (kompleks) terhadap proses belajar pada manusia. Connectionisme dalam belajar akan melahirkan partisipasi aktif antara guru dengan siswa. Partisipasi aktif antara guru di dalam suatu pembelajaran, jika seorang guru mampu memberikan stimulus positif kepada siswanya, barulah stimulus (rangsangan) tersebut ditanggapi siswa dalam bentuk respon baik dalam bentuk bertanya, kemampuan menjawab soal atau bentuk-bentuk lain yang berhubungan dengan aktivitas belajar.                   
Untuk mendapatkan partisipasi aktif dan positif ditengah suasana berlangsungnya proses pembelajaran, Thorndike menggagas setidaknya harus ada tiga hukum mayor (Snelbecker, 1974:214) yaitu:
Ø  Hukum efek
Ø  Hukum latihan
Ø  Hukum kesiap-siagaan

2.      Classical Conditioning (Pavlop)
Teori classical conditioning atau pengkondisian klasik dari Ivan Pavlop merupakan perkembangan lebih lanjut dari teori koneksionisme. Pavlop melakukan percobaan dengan seekor anjing. Dalam percobaannya, Pavlop ingin membentuk tingkah laku tertentu pada anjing. Bentuk percobaan yang dilakukan sebagai berikut: dalam keadaan lapar, sebelum diberikan makanan dibunyikan lonceng, diperlihatkan makanan, dan air liur anjing keluar. Keadaan ini terus menerus diulang, bunyikan lonceng, perlihatkan makanan, air liur anjing keluar. Setelah beberapa kali dilakukan ternyata pada akhirnya setiap lonceng dibunyikan air liur anjing keluar walaupun tanpa diberikan makanan. Dalam keadaan ini, anjing belajar bahwa kalau lonceng berbunyi pada ada makanan sehingga menyebabkan air liurnya keluar.
Berdasarkan eksperimen ini, Pavlop menarik kesimpulan bahwa untuk membentuk tingkah laku tertentu harus dilakukan secara berulang-ulang dengan melakukan pengkondisian tertentu. Pengkondisian itu adalah dengan melakukan semacam pancingan dengan sesuatu yang dapat menumbuhkan tingkah laku itu.Dalam hal ini Pavlop mengemukakan hukum belajar sebagai berikut:
Ø  Law of respondent conditioning atau hukum pembiasaan yang dituntut.
Ø  Law of respondent extinction atau hukum pemusnahan yang dituntut.

3.      Operant Conditioning
Teori operant conditioning dikembangkan oleh B.F Skinner. Teori ini dilandasi oleh adanya penguatan (reinforcement). Berbeda dengan Pavlov yang diberi kondisi adalah stimulus (S), maka pada teori Skinner ini yang diberi kondisi adalah respon (R).
Skinner membedakan dua macam respon yakni respondent respons (reflexive response) dan operant response (instrumental response). Respondent respons adalah respon yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu, misalnya perangsang stimulus makanan menimbulkan keluarnya air liur. Respon ini relatif tetap. Artinya, setiap ada stimulus semacam itu akan muncul respon tertentu. Dengan demikian, perangsang-perangsang yang demikian itu mendahului respon yang ditimbulkannnya. Operant response atau instrumental response adalah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu. Perangsang yang demikian disebut reinforce, karena perangsang-perangsang tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan. Jadi dengan demikian, perangsang tersebut mengikuti dan memperkuat suatu tingkah laku yang telah dilakukan. Misalnya jika seseorang telah belajar melakukan sesuatu lalu mendapat hadiah sebagai reinforce, maka ia akan menjadi lebih giat dalam belajar.
Pada prilaku manusia  respondent respons bersifat terbatas, oleh karena itu sangat kecil untuk dapat dimodifikasi. Sebaliknya operant response sifatnya tidak terbatas, oleh karena itu kemungkinan untuk dapat dimodifikasi sangat besar. Dengan demikian untuk mengbah tingkah laku dapat menggunakan operant response..
B.     Aliran Kognitif   
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada proses belajar yang dilakukan individu. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak. Belajar juga merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi dan aspek kejiwaan lainnya. Belajar menurut teori ini merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang kompleks.
Berikut beberapa teori belajar yang termasuk dalam aliran kognitif yaitu:
1.      Teori Gestalt
Teori gestalt dikembangkan oleh Koffka, Kohler dan Wertheimer. Menurut teori gestalt belajar adalah proses mengembangkan insight. Insight adalah  pemahaman terhadap hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Berbeda dengan teori behavioristik yang menganggap belajar atau tingkah laku itu bersifat mekanistik, sehingga menggabaikan atau mengingkari peranan insight. Teori gestalt beranggapan bahwa insight adalah inti dari pembentukan tingkah laku.
Makna dari prinsip ini adalah pembelajaran itu bukanlah berangkat dari fakta-fakta akan tetapi mesti berangkat dari suatu masalah. Melalui masalah itu maka siswa dapat mempelajari fakta.


2.      Teori Medan Kognitif (Lewin)
Teori medan kognitif dikembangkan oleh Kurt Lewin. Lewin memandang bahwa setiap individu berada di dalam medan kekuatan yang bersifat psikologis yang disebut dengan ruang hidup (life space). Life space meliputi manifestasi lingkungan di mana siswa bereaksi, objek material yang dihadapi, serta fungsi kejiwaan yang diimilikinya. Belajar berlangsung sebagai akibat perubahan struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif itu merupakan hasil dari dua macam kekuatan, satu dari struktur medan kognitif itu sendiri, yang lain dari kebutuhan motivasi internal individu. 
Teori medan kognitif ini menjelaskan bahwa belajar adalah proses pemecahan masalah.

3.      Teori Perkembangan Piaget
            Menurut Piaget dasar dari belajar adalah aktivitas anak apabila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Akibatnya lingkungan sosialnya berada di antara anak dan lingkungan fisiknya. Melalui pertukaran ide-ide dengan orang lain, seorang anak tadinya memiliki pandangan subjektif terhadap sesuatu yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi objektif  Aktivitas mental anak terorganisasi dalam struktur kegiatan mental yang disebut skema atau dalam bentuk jamak skemata. Skema merupakan abtraksi mental seseorang yang digunakan untuk mengerti sesuatu atau memecahkan sesuatu atau memecahkan masalah. Individu mengisi atribut skemanya dengan informasi yang benar agar dapat membentuk kerangka pikir yang benar. Kerangka pemikiran inilah yang akan membentuk pengetahuan struktural individu.  Pengetahuan struktural tersebut terdiri dari skema-skema yang dipunyai dan hubungan antar skema-sekama tersebut.
4.      Teori Kognitif Bruner
            Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan atas dua asumsi. Asumsi pertama ialah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Berlawanan dengan paham para penganut teori Behaviour, Bruner yakin bahwa siswa yang belajar berinteraksi dengan lingkungan yang secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan, tetapi juga dalam diri siswa sendiri. Asumsi  kedua  ialah bahwa siswa yang mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya (mode of work). Dengan menghadapi aspek dari lingkungan, siswa akan membentuk suatu struktur atau model. Dengan model tersebut dapat disusun hipotesis, untuk memasukkan pengetahuan baru kedalam struktur-struktur, dengan memperluas struktur-struktur itu atau dengan mengembangkan struktur atau sub struktur baru.
Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah: (1) memperoleh informasi baru (2) tranformasi informasi, dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.
5.      Teori Belajar Bermakna (Ausubel)
Ausubel mencetuskan gagasan belajar penerimaan verbal bermakna (meaningful verbal reception learning). Ausubel menyatakan bahwa cara belajar ini merupakan proses yang aktif karena meliputi: (1) analisis kognitif untuk menentukan aspek struktur kognitif  yang  berhubungan dengan materi baru, (2) penyesuaian materi baru dengan struktur kognitif yaitu mengetahui persamaan dan perbedaan antara konsep baru dan konsep yang sudah diketahui sebelumnya, dan (3) perumusan kembali materi belajar sesuai dengan latar belakang intelektual serta kosa kata yang dimiliki oleh siswa.
Dalam teori belajar bermakna, dasar pemikiran utama adalah bahwa konsep/informasi baru harus berhubungan dengan konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif, oleh karena itu, Ausubel  menjelaskan faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna dan penyimpanan informasi adalah struktur kognitif itu sendiri. Bila struktur kognitif ini jelas, mantap dan tersusun dengan baik akan timbul pemahaman yang tepat dan jelas yang dapat mempertahankan kekuatan atau keberadaannya. Sebaliknya, bila struktur kognitif tidak tersusun dengan baik, hal ini akan menghambat belajar bermakna dan penyimpanan informasi baru.

6.      Teori belajar Gagne             
Gagne menjelaskan belajar adalah bukan merupakan sesuatu yang terjadi secara alamiah tetapi hanya akan terjadi dengan adanya kondisi-kondisi tertentu yaitu kondisi: (1) internal, yang antara lain menyangkut kesiapan siswa dan apa yang telah dipelajari sebelumnya (prerequisite) ekternal merupakan situasi belajar dan penyajian stimuli yang secara sengaja diatur oleh guru dengan tujuan memperlancar proses belajar. Tiap-tiap jenis hasil belajar memerlukan kondisi-kondisi tertentu yang perlu diatur dan dikontrol. Secara khusus, Gagne menyatakan bahwa cara berpikir seseorang tergantung pada: (1) keterampilan apa yang telah dimiliki, dan (2) keterampilan serta hirarki apa yang yang diperlukan untuk mempelajari suatu tugas.
C.    Aliran Humanistik    
Aliran belajar humanistik memandang bahwa proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Menurut teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika siswa telah memahami lingkungan dan dirinya sendiri.
Aliran belajar humanistik ini cenderung bersifat eklektif dalam arti memanfaatkan teknik belajar apapun, asal tujuan belajar siswa dapat tercapai. Dengan kata lain teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri dapat tercapai. Dalam prakteknya, teori ini antara lain terwujud dalam pendekatan yang diusulkan Ausubel dengan “belajar bermakna”, teori ini juga terwujud dalam teori Bloom dan Krathwohl.
Beberapa teori belajar yang dilandasi oleh aliran humanistic yaitu:
1.      Teori Kolb
Kolb membagi tahapan belajar menjadi 4 yaitu:
a.       Pengalamana konkrit
b.       Pengalaman aktif dan reflektif
c.       Konseptualisasi
d.      Eksperimental aktif.
Menurut Kolb, siklus belajar semacam itu terjadi secara berkesinambungan dan berlangsung di luar kesadaran siswa. Dengan kata lain, meskipun dalam teorinya, Kolb mampu membuat garis tegas antara tahap satu dengan tahap lainnya, namun dalam praktek peralihan dari satu tahap ke tahap lainnya itu seringkali terjadi begitu saja, sulit ditentukan kapan beralihnya.
2.      Teori Honey dan Mumford
Honey dan Mumford membagi 4 tipe siswa yaitu:
a.       Tipe aktivi
b.      Tipe reflector
c.       Tipe teoritis
d.      Tipe pragmatis.
3.      Teori Habermas
Habermas meyakini bawa belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi baik dengan lingkungan maupun dengan sesama manusia. Dengan asumsi ini, Habermas membagi 3 tipe belajar yaitu:
a.       Belajar teknis
Siswa belajar bagaimana berinteraksi dengan alam sekelilignya. Mereka berusaha menguasai dan mengelola alam dengan cara mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu
b.      Belajar praktis
Siswa belajar berinteraksi tetapi pada tahap ini yang lebih dipentingkan adalah interaksi antara siswa dengan orang-orang yang ada disekelilingnya. Pada tahap ini pemahaman siswa terhadap alam tidak berhenti pada suatu pemahaman yang kering dan terlepas kaitannya dengan manusia.
c.       Belajar emansipatoris
Siswa berusaha mencapai pemahaman dan kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan (transformasi) kultural dari suatu lingkungan. Pemanfaatan dan kesadaran terhadap transformasi kultural dianggap tahap belajar yang paling tinggi, sebab transformasi kultural dianggap sebagai tujuan pendidikan yang paling tinggi.
4.      Teori Vygotsky
Menurut Vygotsky perkembangan kemampuan seseorang dapa dibedakan kepada 2 tingkat yaitu:
a.    Tingkat perkembangan aktual.
Tingkay perkembangan aktual tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri.  Hal ini disebut Vygostky dengan istilah kemampuan intramental. 
b.    Tingkat perkembangan potensial.
Tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika di bawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten.  Hal ini disebut Vygostky dengan istilah kemampuan intermental. 
5.      Teori Carl Rogers
Roger menyatakan bahwa siswa yang belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan dibiatkan belajar bebas, siswa diharapkan dapat mengambil keputusan sendiri dan berani bertanggungjawab atas keputusan-keputusan yang diambilnya sendiri. Dalam konteks tersebut, Rogers mengemukakan 5 hal dalam proses belajar humanistik yaitu:


a.    Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar disebabkan adanya hasrat ingin tahu manusia yang terus menerus terhadap dunia sekelilingnya. Dalam proses mencari jawabnya, seseorang mengalami aktivitas-aktivitas belajar.
b.    Belajar bermakna
Seseorang yang beraktivitas akan selalu menimbang-nimbang apakah aktivitas tersebut mempunyai makna bagi dirinya. Jika tidak tentu tidak akan dilakukannya. 
c.    Belajar tanpa hukuman
Belajar yang terbebas dari ancaman hukuman mengakibatkan anak bebas melakukan apa saja mengadakan eksperimentasi hingga menemukan sendiri sesuatu yang baru.
d.    Belajar dengan inisiatif sendiri
Belajar dengan inisiatif sendiri menyiratkan tingginya motivasi internal yang dimiliki. Siswa yang banyak berinisiatif, mampu mengarahkan dirinya sendiri, menentukan pilihannya sendiri serta berusaha menimbang sendiri hal yang baik bagi dirinya.
e.    Belajar dan perubahan
Dunia terus mengalami perubahan, karena itu siswa harus belajar untuk dapat menghadapi kondisi dan situasi yang terus berubah.
D.    Aliran Konstruktivistik
Aliran konstruktivistik memahami belajar sebagai proses pembentukan (konstruksi) pengetahuan oleh siswa itu sendiri. Pengetahuan ada di dalam diri siswa yang sedang mengetahui. Oleh karena itu pengetahuan merupakan hasil konstruksi yang dilakukan siswa.  Menurut aliran konstruktivistik, pengetahuan dipahami sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Pengetahuan bukanlah kemampuan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman maupun lingkungannya.
Terdapat beberapa kemampuan yang diperlukan untuk mengkonstruksi pengetahuan:
a)      kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman,
b)      kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan tentang sesuatu hal, dan
c)      kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu pada yang lain.
Sedangkan faktor-faktr yang membatasi proses konstruksi pengetahuan adalah:
Ø  hasil konstruksi yang telah dimiliki seseorang
Ø  domain pengetahuan seseorang
Ø  jaringan struktur kognitif seseorang
Selanjutnya berkaitan dengan ciri-ciri belajar konstruktivistik adalah sebagai berikut:
a.    Orientasi
Siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik dengan memberi kesempatan melakukan observasi.
b.    Elisitas
Siswa mengungkapkan idenya dengan jalan berdiskusi, menulis, membuat poster dan lain-lain.
c.    Restrukturisasi
Klarifikasi ide dengan ide orang lain, membangun ide baru, mengevaluasi ide baru.
d.    Penggunaan ide baru baru dalam berbagai situasi
Ide atau pengetahuan yang telah terbentuk perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi.
e.    Review
Dalam mengaplikasi pengetahuan, gagasa yang ada perlu direvisi dengan menambahkan atau mengubah.
      Peranan guru, menurut aliran konstruktivistik lebih sebagai mediator atau fasilitator bagi siswa, yang meliputi kegiatan sebagai berikut:
a.    Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab, mengajar atau berceramah bukanlah tugas utama guru.
b.    Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasannya. Guru perlu menyemangati siswa dan menyediakan pengalaman konflik.
c.    Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa berjalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa dapat diberlakukan untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan.   
E.     Aliran Cybernetisme
Aliran Cybernetisme memandang otak manusia aktif memproses informasi seperti halnya teknologi informasi alau komputer, namun manusia aktif mencari bukan hanya pasif menerima. Peserta didik menangkap rangsangan melalui panca indranya, baik dalam bentuk obyek benda, data, maupun peristiwa kemudian memperhatikan atau mengabaikan, memilih sebagian atau menerima seluruhnya, dan membuat reaksi dengan membuat respons-respons.
Manusia bukan mesin yang pasif yang selalu tertib dan teratur memproses informasi tersebut, melainkan aktif mencari dan me-manipulasi. Suatu ketika ia cepat sekali, sedang-sedang saja, atau lambat sekali tergantung pada kesegaran pikiran, perasaan, dan kebugaran fisik yang muncul pada saat itu. Berbeda dengan mesin yang berbentuk benda mati, manusia cenderung mencari pengalaman yang mengarah pada perolehan pengetahuan bam, keterampilan baru, atau sikap dan pandangan baru yang lebih memihak kepada dirinya atau pihak lain. Melalui proses seperti ilu peserta didik selalu berubah atau berkembang.





KESIMPULAN
            Teori belajar behavioristik atau dikenal juga dengan aliran tingkah laku memaknai belajar sebagai proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Belajar tidaknya seseorang bergantung pada faktor-faktor yang diberikan lingkungan. Tokoh-tokoh yang termasuk dalam aliran behavioristik adalah Thorndike, Pavlop, Watson, Hull, Guthrie dan Skinner.
            Teori belajar kognitif, memaknai belajar tidak hanya sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Lebih dari itu, belajar adalah melibatkan proses berpikir yang kompleks. Pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya sangat menentukan hasil belajar. Tokoh-tokoh yang termasuk dalam aliran kognitif adalah Koffka, Kohler, Wertheimer Piaget, Ausubel, Bruner dan Gagne.
            Teori belajar humanistik, memaknai proses belajar  dilakukan dengan memberikan kebebasan yang sebesar-besarnya kepada individu. Siswa diharapkan dapat mengambil keputusannya sendiri dan bertanggung jawab atas keputusan-keputusan yang dipilhnya. Tokoh-tokoh yang termasuk dalam aliran humanistik adalah Kolb, Honey dan Mumford, Habermas, Vygotsky, Rogers.
            Teori belajar konstruktivistik memaknai belajar sebagai proses pembentukan (kontruksi) pengetahuan oleh siswa itu sendiri. Pengetahuan ada di dalam diri seseorang yang sedang mengetahui dan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru kepada siswa
            Teori Belajar Cybernetisme memandang otak manusia aktif memproses informasi, namun manusia aktif mencari bukan hanya pasif menerima. Peserta didik menangkap rangsangan melalui panca indranya, baik dalam bentuk obyek benda, data, maupun peristiwa kemudian memperhatikan atau mengabaikan, memilih sebagian atau menerima seluruhnya, dan membuat reaksi dengan membuat respons-respons.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar