BAB I
Pendekatan
Pembelajaran Kontruktivisme
A.
Pengertian Pendekatan pembelajaran kontruktivisme
Seperti cendawan di musim
hujan, kini terminologi ”konstruktivisme” telah merebak dalam dunia pendidikan.
Merebaknya istilah ”konstruktivisme’ itu sejalan dengan kebingungan kita
khususnya dalam menerapkan pada tataran praktis dunia pendidikan. Menurut
Brooks & Brooks (1993) konstruktivisme adalah lebih merupakan suatu
filosofi dan bukan suatu strategi pembelajaran. ”Constructivism is not an
instructional strategy to be deployed under appropriate conditions. Rather,
constructivism is an underlying philosophy or way of seeing the world”.
Bahkan menurut Glasersfeld
(1987) konstruktivisme sebagai "teori pengetahuan dengan akar dalam “filosofi,
psikologi dan cybernetics". Von Glasersfeld mendefinisikan
konstruktivisme radikal selalu membentuk konsepsi pengetahuan. Ia melihat
pengetahuan sebagai sesuatu hal yang dengan aktip menerima yang apapun melalui
pikiran sehat atau melalui komunikasi. Hal itu secara aktip teruama dengan
membangun pengetahuan. Kognisi adalah adaptif dan membiarkan sesuatu untuk
mengorganisir pengalaman dunia itu, bukan untuk menemukan suatu tujuan
kenyataan (von Glasersfeld, 1989).
Hal ini berbeda dengan pandangan kaum objektivis bahwa pengetahuan
adalah stabil sebab kekayaan esensial objek pengetahuan dan secara relatif tak
berubah-ubah. Dengan demikian secara metafisik kaum objektivis berasumsi bahwa
dunia adalah riil, hal itu adalah tersusun, dan bahwa struktur itu dapat
dimodelkan untuk siswa. Objectivisme masih meyakini bahwa tujuan pikiran adalah
untuk "cermin" bahwa kenyataan dan strukturnya itu melalui proses
berpikir yang dapat dianalisis dan decomposable (tidak dapat diubah).
Maksudnya bahwa hal itu diproduksi oleh proses berpikir yang di luar si
pembelajar, dan ditentukan oleh struktur dunia nyata
Hal ini berbeda dengan pandangan konstruktivisme yang beranggapan
bahwa pengetahuan dan kenyataan itu tidak mempunyai suatu sasaran atau nilai
mutlak atau, paling sedikit, bahwa kita tidak punya cara untuk mengetahui
kenyataan ini. Von Glasersfeld (1995) menunjuk dalam hubungan ini dengan konsep
kenyataan: "Hal itu terdiri dari jaringan sesuatu hal dan berhubungan
bahwa kita bersandar pada hidup kita, dan yang lain-pun sama taerhadapnyaa,
kita percaya, orang lain bersandar juga" (Murpy, 1997: 7). Siswa menginterpretasikan dan membangun suatu
kenyataan berdasarkan pada interaksi dan pengalamannya dengan lingkungan.
Bukannya berpikir tentang kebenaran dalam kaitannya dengan suatu pencocokan
dengan kenyataan, von Glasersfeld malahan memfokuskan pada pemikiran-pemikiran
kelangsungan hidup: "Untuk konstructivisme, konsep-konsep, model-model,
teori-teori, dan seterusnya adalah dapat berkembang terus jika mereka dapat membuktikan cukup matang
dalam konteks dengannya di mana mereka telah ciptakan". Oleh karena itu
dalam kontinum secara epistemologis, bahwa objectivisime dan konstructivisme
akan menghadirkan kebalikan yang ekstrim. Berbagai jenis konstruktivisme sudah
dimunculkan. Kita dapat membedakan antara konstruktivisme radikal, sosial,
phisik, evolusiner, konstruktivisme postmodern, konstruktivisme sosial,
konstruktivisme pengolahan informasi, dan konstruktivisme sistem cybernetic
(Steffe & Gale, 1995; Prawat, 1996; Heylighen,1993; Ernest,1995)
Dengan demikian ruang lingkup epistemologi
konstruktivisme secara jelas begitu luas dan sulit untuk dinamai. Tergantung pada siapa yang anda baca,
anda boleh mendapatkan sesuatu penafsiran yang sedikit berbeda. Namun demikian,
banyak para penulis, pendidik dan peneliti nampak memiliki persetujuan tentang
bagaimana epistemologi konstructivisme ini seharusnya dapat mempengaruhi
belajar dan praktek pendidikan. Bagian yang berikut ini mengingatkan kita, apa
makna konstruktivisme untuk belajar.
Hal itu penting untuk suatu pertimbangan jika kita mengambil suatu bentuk
aktivitas tertentu maka disamping memberikan dalam aspek keingintahuan sebagai
bagian nafsu akademisnya juga tidak kalah pentingnya memahami makna yang
terkandung dalam upaya perbaikan suatu sistem pembelajaran yang memberikan
sesuatu yang lebih bermanfaat, padu, dan meyakinkan sebagai alternatif
pendekatan pembelajaran yang lebih baik.
Dalam perkembangannya, konstructivisme memang banyak digunakan dalam pendekatan-pendekatan
pembelajaran. Konstruktivisme pada
dasarnya adalah suatu pandangan yang didasarkan pada aktivitas siswa dengan
untuk menciptakan, menginterpretasikan, dan mereorganisasikan pengetahuan
dengan jalan individual (Windschitl, dalam Abbeduto, 2004). Sejalan dengan
pendapat tersebut menurut Schwandt (1994) bahwa konstruktivisme adalah seperti
interpretivis dan konstruktivis. Hal ini
sejalan pula dengan pendapat von Glaserfeld (1987) bahwa pengetahuan bukanlah
suatu komunikasi dan komoditas dapat dipindahkan dan tak satu pengantar-pun itu ada
B.
Tujuan Pendekatan Pembelajaran Kontruktivisme
Tujuan pendekatan pembelajaran
kontruktivisme adalah membentuk karakteristik manusia masa depan yang
diharapkan.
Upaya membangun sumber daya
manusia ditentukan oleh karakteristik manusia dan masyarakat masa depan yang
dikehendaki.Karakteristik manusia masa depan yang dikehendaki tersebut adalah
manusia-manusia yang memiliki kepekaan ,kemandirian,tangungjawab terhadap
resiko dalam mengambil keputusan,mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses belajar yangg terus
menerus untuik menemukan diri sendiri dan menjadi diri sendiri ,dam mampu
melakukian kolaborasi dalam memecahkan masalah
yang luas dan kompleks bagi kelestarian dan kejayaan bangsa.
C.
Manfaat Pendekatan Pembelajaran Kontruktivisme
Manfaat dari pendekatan
pembelajaran adalah dapat membangun karakteristik siswa
D.
Implementasi Pendekatan pembelajaran dalam Proses Belajar
Mengajar
Bagi
konstruktivisme, pembelajaran bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan
(transfer of knowledge) dari dosen ke mahasiswa, melainkan kegiatan yang
memungkinkan mahasiswa membangun sendiri pengetahuannya (belajar sendiri).
Pembelajaran
berarti partisipasi dosen bersama mahasiswa dalam membentuk pengetahuan,
membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi.
Pembelajaran adalah proses membantu seseorang berpikir secara benar, dengan
cara membiarkannya berpikir sendiri, Berpikir yang baik lebih penting daripada
mempunyai jawaban yang benar atas suatu persoalan. Seorang yang mempunyai cara
berpikir yang baik dapat menggunakan cara berpikirnya ini dalam mengahadapi
suatu fenomena baru, dan dapat menemukan pemecahan dalam menghadapi persoalan
lain. Kemampuan ini tidak dipunyai mahasiswa yang hanya dapat menemukan jawaban
yang benar, sehingga tidak dapat memecahkan masalah yang baru.
BAB II
Pendekatan
Behavioristik
A. Pengertian
Pendekatan Behavioristik
Pendekatan behavioristik mengatakan bahwa belajar adalah
perubahan tingkah laku. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia telah
mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Pandangan behavioristik mengakui
pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output
yang berupa respons. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respons
dianggap tidak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati dan diukur. Yang
bisa diamati dan diukur hanyalah stimulus dan respons.
Penguatan (reinforcement) adalah
faktor penting dalam belajar. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat
timbulnya respons. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka
respons akan semakin kuat. Demikian juga jika penguatan dikurangi (negative
reinforcement) maka respons juga akan menguat. Tokoh-tokoh penting teori
behavioristik antara lain Thorndike, Watson, Skiner, Hull dan Guthrie.
Aplikasi teori ini dalam
pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktifitas “mimetic”
yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian ke
keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi
menuntut satu jawaban benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah
menyelesaikan tugas belajarnya.
Macam
Teori-Teori Belajar Behaviorisme
1. Teori Koneksionisme (Edward Lee Thorndike)
Menurut Thorndike, belajar adalah
proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat
merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal
lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu interaksi
yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan/tindakan. Dari defenisi ini maka menurut Thorndike
perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat berwujud kongkrit
yaitu yang dapat diamati, atau tidak kongkrit yaitu yang tidak dapat diamati.
2. Teori Classic Conditioning (Ivan Petrovich
Pavlov)
Eksperimen Pavlov setelah
pengkondisian atau pembiasaan dapat diketahui bahwa daging sebagai makanan
anjing yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai
stimulus yang dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing
keluar sebagai respon yang dikondisikan.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa
dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui
cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan
pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia
dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
3. Teori Kontiguitas Conditioning
(Edwin R Guthrie)
Dijelaskan
bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat sementara,
oleh sebab itu dalam kegiatan belajar perserta didik perlu sesering mungkin
diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat tetap. Ia
juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan
menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon
tersebut.
Dalam teori ini Guthrie mengasosiasikan
rangsangan dan respon secara tepat, sehingga untuk penerapan teori ini dalam
proses belajar mengajar dikelas adalah : Guru harus mengarahkan performa siswa,
membaca atau mencatat sebagai perangsang siswa untuk menghafal, Dalam hal ini
Guru dalam mengelola kelas dianjurkan tidak memerintahkan secara langsung, akan
tetapi memberikan stimulus yang berakibat munculnya prilaku sebagai respon dari
siswa
4. Teori Operant Conditioning
(Burrhus Frederic Skinner)
Menurut
Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi
dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku.
Teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori
belajar behavioristik.
Model
pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul dan
program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan
stimulus-respon serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),
merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang
kemampaun yang membuthkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur
seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya,
contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer,
berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini dikemukakan oleh Skinner.
B.
Tujuan Pendekatan Behavioristik
Tujuan dari pendekatan
pembelajaran Behavioristik adalah mengubah perilaku siswa agar menjadi lebih
baik lagi.
C.
Manfaat Pendekatan Behavioristik
Manfaat atau
kelebihan dari teori ini adalah:
1.
Dapat
mengganti stimulus yang satu dengan stimulus lainnya dan seterusnya sampai
reson yang diinginkan muncul
2.
Teori ini cocok untuk memperoleh
kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur
kecepatan,spontanitas,dan daya tahan
3.
Teori
behavioristik juga cocok diginakan untuk melatih anak-anak yang msih
membutuhkan dominasi peran orang dewasa,suak mengulangi dan dibiasakan,suka
meniru dan sengan dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung
D.
Implementasi Pendekatan Behavioristik dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Implementasi Pendekatan behavioristik dalam kegiatan pembelajaran
tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi
pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang
tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah.
Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan
(transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Sebagai
konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma behaviorisme akan
menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan
pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru
tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti
contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran
disusun secara hierarki dari yang sederhana samapi pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan
pencapaian suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil
yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan
dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan.
Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah
terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat
penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif.
Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.
Kritik terhadap behavioristik adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada
guru, bersifaat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat
diamati dan diukur. Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori
behavioristik mempunyai persyaratan tertentu sesuai dengan ciri yang
dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga
kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting
untuk menerapkan kondisi behavioristik. Metode behavioristik ini sangat cocok
diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang
dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran
juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak
menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter,
komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus
dipelajari murid. Murid dipandang pasif , perlu motivasi dari luar, dan sangat
dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan denga
tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai
cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para
tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk
menertibkan siswa.
BAB III
Pendekatan
Pembelajaran Humanisme
A.Pengertian
Pendekatan
Menurut pendekatan humanisme, tujuan belajar adalah untuk
memanusiakan manusia. proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri.
Siswa dalam proses belajarnya
harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan
sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut
pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah
membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing
individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan
membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Para ahli
humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah :
1.Proses
pemerolehan informasi baru,
2.
Personalia informasi ini pada individu.
Tokoh
penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah:
Arthur W.Combs, Abraham Maslow dan Carl Rogers.
Arthur
Combs (1912-1999)
Bersama
dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia
pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering
digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa
memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan
mereka.
Anak
tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka
enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus
mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan
kepuasan baginya.
Untuk
itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi
siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha
merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan
seseorang dari yang lain.
Combs
berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa
mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana
mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga
yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi
pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan
kehidupannya.
Combs
memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran
(besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah
gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia.
Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang
pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan
dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
Maslow
Teori Maslow
didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
(1) suatu
usaha yang positif untuk berkembang
(2) kekuatan
untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow
mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
yang bersifat hirarkis.
Pada
diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut
untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut
membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain
seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan
diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi
dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
Maslow
membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila
seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis,
barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah
kebutuhan mendapatkan rasa aman dan
seterusnya.
Hierarki
kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang
harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan
bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan
dasar si siswa belum terpenuhi.
Carl Rogers
Rogers
membedakan dua tipe belajar, yaitu:
1. Kognitif
(kebermaknaan)
2.
experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Menurut
Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1. Menjadi
manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus
belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa
akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan
pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang
bermakna bagi siswa
3.
Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru
sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar
yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari
bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar
humanistik yang penting diantaranya ialah :
a.
Manusia itu mempunyai kemampuan
belajar secara alami.
b.
Belajar yang signifikan terjadi
apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan
maksud-maksud sendiri.
c.
Belajar yang menyangkut perubahan
di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung
untuk ditolaknya.
d.
Tugas-tugas
belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan
apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e.
Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah,
pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan
terjadilah proses belajar.
f.
Belajar yang
bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g.
Belajar diperlancar bilamana
siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses
belajar itu.
h.
Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan
pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat
memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i.
Kepercayaan terhadap diri sendiri,
kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan
untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain
merupakan cara kedua yang penting.
j.
Belajar yang
paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai
proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan
penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Salah
satu model pendidikan terbuka mencakup konsep
mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan
Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi
yang mendukung yaitu empati,penghargaan,umpan balik positif.
B.
Tujuan Pendekatan Pembelajaran Humanisme
Tujuan
utama para pendidik dalam pendekatam humanisme adalah membantu si siswa untuk mengembangkan
dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka
sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi
yang ada dalam diri mereka.
C.
Manfaat Pendekatan Pembelajaran Humanisme
Pendekatan pembelajaran
humanisme akan sangat membantu para
pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas,sehingga
upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan
dilakukan utnuk mencapai tujuannya.
D.
Implikasi Pendekatan Pembelajaran Humanisme
Aplikasi
teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran
yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran
humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan
motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru
memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk
memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa
berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan
potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat
negatif.
Tujuan
pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun
proses yang umumnya dilalui adalah :
- Merumuskan tujuan belajar yang jelas
- Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
- Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
- Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
- Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
- Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
- Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
- Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada
materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani,
perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari
keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif
dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas
kemauan sendiri.
Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab
tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin
atau etika yang berlaku.
BAB IV
Pendekatan Kognitif
A.
Pengertian Pendekatan Behavioristik
Kualitas
pendidikan sangat ditentukan oleh persepsi seseorang dalam memahami situasi
yang berhubungan dengan tujuan belajar. Salah satu teori yang penting yaitu
menggunakan teori belajar kognitif.Teori belajar kognitif merupakan
perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang
dapat diamati dan dapat diukur sehingga keterlibatan peserta didik yang aktif
sangat dipentingkan dalam proses belajar.
Dengan mengamati keaktifan peserta didik , pendidik sebagai pengelola
proses belajar dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki peserta didik dalam
proses berpikirnya. Anak usia dini akan belajar dengan baik, jika menggunakan
benda – benda kongkrit untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar.
Pada akhirnya, belajar memahami akan lebih bermakna daripada belajar menghafal.
Agar lebih bermakna, informasi yang masih baru harus disesuaikan dan
dihubungkan dengan pengetahuan yang dimiliki peserta didik sebelumnya.
Mengingat
pentingnya tujuan belajar dalam suatu proses pembelajaran, maka pendidik harus
mampu memilih dan menentukan teori yang tepat untuk untuk diterapkan dalam
proses pembelajaran yang dilaksanakan. Teori yang dipilih harus sesuai dengan
tingkat kemampuan peserta didik dalam berpikir dan pengembangan kreatifitas.
Teori kognitif dirancang agar dapat mengimbangkan daya berpikir atau kekuatan
mental anak yang berbeda usia.
Teori
Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup
tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan
psikolog perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan,
yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan
dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada
kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata—skema
tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan
perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan
informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang
berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif
sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat
bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi
dengan sendirinya terhadap lingkungan.
Menurut
teori ini, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi
dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan
pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk
struktur kognitif. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan baik bila
materi pelajaran yang baru beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif
yang telah dimiliki oleh siswa.
Prinsip kognitif banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat
pada perancangan suatu sistem instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara
lain:
- Seseorang yang belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu
- Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks
- Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa pengertian penyajian
Aplikasi
teori belajar kognitif dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa
bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra
sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret,
keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan
pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks, guru menciptakan
pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk
mencapai keberhasilan siswa.
Diantara
para pakar kognitif terdapat 3 pakar terkenal yaitu Piaget, Bruner dan Ausubel.
Ketiga tokoh aliran kognitif diatas secara umum memiliki pandangan yang sama
yaitu mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar.
Menurut
piaget kegiatan belajar terjadi sesuai dengan pola tahap-tahap perkembangan
tertentu dan umur seseorang, serta melalui proses asimililasi, akomodasi dan
equilibrasi.
Bruner
mengatakan bahwa belajar terjadi lebih ditentukan oleh cara seseorang mengatur
pesan atau informasi, dan bukan ditentukan oleh umur. Proses belajar akan
terjadi melalui tahap-tahap enaktif, ikonik, dan simbolik.
Sementara
itu ausubel mengatakan bahwa proses belajar terjadi jika seseorang mampu
mengasimilasikan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan pengetahuan baru.
Proses ini akan terjadi melaluui tahap-tahap memperhatikan stimulus, memahami
makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Dari
pemahaman diatas maka langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh
masing-masing tokoh berbeda. Secara garis besar langkah-langkah pembelajaran
yang dimaksud adalah dalam kegiatan pembelajaran, dan keterlibatan siswa secara
aktif amat dipentingkan. Untuk menarik minat dan meningkatkan pretense belajar
perlu mengkaitkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki
siswa.
B.
Tujuan Pendekatan Kognitif
Tujuan dari pendekatan pembelajaran kognitif adalah:
1. Mengetahui,yakni mempelajari dan mengingat
fakta,kata-kata ,istilah,peristiwa,konsep,aturan,kategori,metodologi,teori dan
sebagainya.
2. Memahami,yakni menafsirkan sesuatu,menterjemahkannya
dalam bentuk lain,menyatakannya dengan kata-kata sendiri,mengambil kesimpulan
berdasarkan apa yang diketahui,menduga akibat sesu atu berdasrkan pengetahuan yang dimilki,dan sebaginya.
3. Menrapkan,yakni menggunakan apa yang dipelajari dalam
situasi baru
4. Menganalisis,yaitu menguraikan suatu keseluruhan dal bagian-bagian untuk melihat hakikat
bagian-bagian serta hubungan antara bagian-bagian itu
5. Mensintesis,yaitu menggabungkan bagian-bagian dan
secara efektif membentuk sesuatu yang baru.
6. Mengevaluasi,yakni menggunakan kriteria untuk menilai
sesuatu.
C.
Manfaat Pendekatan Kognitif
Manfaat pendekatan kognitif dalam
pembelajaran yaitu untuk mengasimilasi pengetahuan baru kedalam hierarki
pengetahuan,yang secara progresif lebih rinci dan spesifik dalam struktur
kognitif seseorang.
D.
Implikasi Pendekatan Kognitif dalam proses belajar mengajar
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktivitas beajar
yang berkaitan dengan penataan
informasi,reorganisasi perseptual,dan proses internal.Kegiatan pembelajaran
yang berpijak pada teori belajar kognitif sudah banyak digunakan.dalam
pembelajarn tidak hanya mekanistik sebagaimana dilakukan dalam pendekatan
behavioristik.Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dallam pembelajaran
sangatlah diperhitungkan,agar belajar lebih bermakna bagi siswa.Adapun
Implikasi pendekatan kognitif dalam pembelajaran menurut Piaget adalah:
1.
Bahasa dan cara berfikir anak
berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan
bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2.
Anak-anak akan belajar lebih
baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak
agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3.
Bahan yang harus dipelajari
anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
BAB V
Kesimpulan
Pendekatan Kontruktivisme merupakan sebuah filosofi
pembelajaran yang melandasi premis bahwa dengan merefleksikan pengalaman,kita membangun,
mengkontruksi, pengetahuan dan pemahaman kita tentang dunia tempat kita
hidup.pendekatan belajar kontrutivisme merupakan revolusi dan usaha kerka keras
Jean Piagel dan Vigotskyk,untuk
merubah atau merevolusi teori belajar
tradisional atau behaviorisme yang telah ada sebelumnya.
Sedangkan teori belajar behaviorisme mengungkapkan
bahwa belajar merupakan perubahan tingkah lakusebagai akibat adanya interaksi
antara stimulus dan respon.Dengan kata lain belajar merupakan bentuk perubahan
yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkahlaku dengan cara yang
baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Selain pendekatan belajar Kontruktivisme dan
behaviorisme,pendekatan belajar humanisme juga penting untuk dipahami.Menurut
teori ini,proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan
memanusiakan manusia itu sendiri.Oleh karena itu,pendekatan belajar humanisme
sifatnya lebih abstrak,dan lebih mendekati bidang pendekatan filsafat,teori
kepribadian,dan psikoterapi,dari pada bidang kajian psikologi belajar.
Pendekatan pembelajaran kognitif adalah perubahan
presepsi dan pemahaman,yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat
diamati dan dapat diukur.Asumsi pendekatan ini adalah bahwqa setiap orang telah
memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur
kognitif yang dimilikinya.Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi
pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah
dimiliki seseorang.
1.
Keempat pendekatan diatas memiliki
manfaat berbeda-beda,dimana manfaat-manfaat tersebut diantaranya adalah:Membantu guru untuk
memahami bagaimana siswa belajar
2.
Membimbing guru untuk merancang dan merencanakan proses
pembelajaran
3.
Memandu guru untuk mengelola kelas
4.
Membantu guru untuk mengevaluasi proses, perilaku guru
sendiri serta hasil belajar siswa yang telah dicapai
5.
Membantu proses belajar lebih efektif, efisien dan produktif
6.
Membantu guru dalam memberikan dukungan dan bantuan kepada
siswa sehingga dapat mencapai hasil prestasi yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih,Asri.2004.Belajar dan Pembelajaran:Rineka
Cipta,Yogyakarta
Jihad,Asep dan Suyanto.2013.Menjadi Guru profesional:Erlangga,Jakarta
Soetopo,Hendyat.2005.Pendidikan dan Pembelajaran:Universitas Muhamadiyah
Malang,Malang
Bubudcitra.(2013).Macam-macam Pendekatan
Pembelajaran,Diakses pada 16 septenber 2014 pukul 06.14 WIT dari
http://bubudcitra.wordpress.com/2013/macam-macam-pendekatan-pembelajaran.html
Nana,Chyntia.(2013).Makalah
Behaviorisme,kognitifisme,dan kontruktivisme,
diakses pada 15 September 2014 pukul 21.43 WIT dari http://student.fkip.uns.ac
.id/2013/07/05/makalah-behaviorisem-kognitifime-dan-kontruktifisme.html
Best Casino in Las Vegas - Mapyro
BalasHapus› best-casino › best-casino Find the best Casino in 영주 출장샵 Las Vegas, 강릉 출장마사지 Nevada. This is my 제주도 출장샵 #1 destination for the best casino 전라남도 출장마사지 games, 서귀포 출장샵 slots, table games and bingo in Nevada.