A. Syarat-syarat
Menjadi Guru dan Pengawas
1. Syarat-
syarat untuk Menjadi Guru
Dalam
pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan
kepada orang lain. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang
menyelenggarakan pendidikan di tempat- tempat tertentu. Baik lingkungan formal,
yaitu sekolah maupun lingkungan nonformal misalnya di surau/mushallah, di rumah
dan lain sebagainya. Berikut ini merupakan syarat untuk menjadi guru di
lingkungan pendidikan formal. Adapun syarat-syarat menjadi guru itu dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, antara lain:
a) Persyaratan administratif
Syarat-syarat administratif ini antara lain meliputi: soal kewarganegaraan (warga negara Indonesia), umur (sekurang-kurangnya 18 tahun), berkelakuan baik, megajukan permohonan. Di samping itu masih ada syarat-syarat lain yang telah ditentukan sesuai dengan kebajikan yang berlaku.
b) Persyaratan teknis
Dalam persyaratan teknis ini ada yang bersifat formal, yakni harus berijazah pendidikan guru. Hal ini mempunyai konotasi bahwa seseorang yang memiliki ijazah pendidikan guru itu dinilai sudah mampu mengajar. Kemudian syarat-syarat yang lain adalah menguasai cara dan teknik mengajar, terampil mendesain program pengajaran serta memiliki motivasi dan cita-cita memajukan pendidikan/pengajaran.
c) Persyaratan psikis
Yang berkaiatan dengan kelompok persyaratan psikis, antara lain: sehat rohani, dewasa dalam berpikir dan bertindak, maupun mengendalikan emosi, sabar, ramah dan sopan, memiliki jiwa kepemimpinan, konsekuen dan berani bertanggung jawab, berani berkorban dan memiliki jiwa pengabdian. Di samping itu, guru juga dituntut untuk bersifat pragmatis dan realistis, tatapi juga memiliki pandangan yang mendasar dan filosofis. Guru harus juga mematuhi norma dan nilai yang berlaku serta memilki semangat membangun. Inilah pentingnya bahwa guru itu harus memiliki panggilan hati nurani untuk mengabdi untuk anak didik.
d) Persyaratan fisik
Persyaratan fisik ini antara lain meliputi: berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang mungkin mengganggu pekerjaannya, tidak memiliki gejala-gejala penyakit yang menular. Dalam persyaratan fisik ini juga menyangkut kerapian dan kebersihan, termasuk bagaimana cara berpakaian. Sebab, bagaimanapun juga guru akan selalu dilihat/diamati dan bahkan dinilai oleh para siswa/anak didiknya.
e) Persyaratan mental
Persyartan mental antara lain meliputi: memiliki sikap mental yang baik terhadap profesi keguruan, mencintai dan mengabdi pada tugas jabatan, bermental pancasila dan bersikap hidup demokratis.
f) Persyaratan moral
Guru harus mempunyai sifat sosial dan budi pekerti yang luhur, sanggup berbuat kebajikan, serta bertingkah laku yang bisa dijadikan suri tauladan bagi orang-orang dan masyarakat di sekelilingnya.
2. Syarat Menjadi Pengawas
Syarat menjadi Pengawas
sekolah/madrasah adalah sebagaimana ketentuan Permendiknas 12/2007 tentang
Standar Pengawas Sekolah/Madrasah. Permendiknas yang ditetapkan pada tanggal 28
Maret 2007 ini terdiri atas dua pasal:
Pasal 1
(1)
Untuk
dapat diangkat sebagai pengawas sekolah/madrasah, seseorang wajib memenuhi
standar pengawas sekolah/madrasah yang berlaku secara nasional.
(2)
Standar pengawas sekolah/madrasah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
Pasal 2
Peraturan Menteri ini
mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Standar pengawas sekolah/madrasah secara
khusus diuraikan pada lampiran permendiknas 12/2007, yang terdiri atas standar
kualifikasi dan standar kompetensi.
Berikut
ini merupakan syarat-syarat atau kualifikasi menjadi pengawas:
1. Kualifikasi Pengawas Taman
Kanak-kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA) dan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
(SD/MI) adalah sebagai berikut:
a)
Berpendidikan
minimum sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan dari perguruan
tinggi terakreditasi;
b)
Guru
TK/RA bersertifikat pendidik sebagai guru TK/RA dengan pengalaman kerja minimum
delapan tahun di TK/RA atau kepala sekolah TK/RA dengan pengalaman kerja
minimum 4 tahun, untuk menjadi pengawas TK/RA;
c)
Guru
SD/MI bersertifikat pendidik sebagai guru SD/MI dengan pengalaman kerja minimum
delapan tahun di SD/MI atau kepala sekolah SD/MI dengan pengalaman kerja
minimum 4 tahun, untuk menjadi pengawas SD/MI;
d)
Memiliki
pangkat minimum penata, golongan ruang III/c;
e)
Berusia
setinggi-tingginya 50 tahun, sejak diangkat sebagai pengawas satuan pendidikan;
f)
Memenuhi
kompetensi sebagai pengawas satuan pendidikan yang dapat diperoleh melalui uji
kompetensi dan atau pendidikan dan pelatihan fungsional pengawas, pada lembaga
yang ditetapkan pemerintah; dan
g)
Lulus
seleksi pengawas satuan pendidikan.
2. Kualifikasi Pengawas Sekolah
Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah (SMA/MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan
(SMK/MAK) adalah sebagai berikut :
a)
Memiliki
pendidikan minimum magister (S2) kependidikan dengan berbasis sarjana (S1)
dalam rumpun mata pelajaran yang relevan pada perguruan tinggi terakreditasi;
b)
Guru
SMP/MTs bersertifikat pendidik sebagai guru SMP/MTs dengan pengalaman kerja
minimum delapan tahun dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di SMP/MTs atau
kepala sekolah SMP/MTs dengan pengalaman kerja minimum 4 tahun, untuk
menjadipengawas SMP/MTs sesuai dengan rumpun mata pelajarannya;
c)
Guru SMA/MA bersertifikat pendidik sebagai
guru dengan pengalaman kerja minimum delapan tahun dalam rumpun mata pelajaran
yang relevan di SMA/MA atau kepala sekolah SMA/MA dengan pengalaman kerja
minimum 4 tahun, untuk menjadi pengawas SMA/MA sesuai dengan rumpun mata
pelajarannya;
d)
Guru SMK/MAK bersertifikat pendidik sebagai
guru SMK/MAK dengan pengalaman kerja minimum delapan tahun dalam rumpun mata
pelajaran yang relevan di SMK/MAK atau kepala sekolah SMK/MAK dengan pengalaman
kerja minimum 4 tahun, untuk menjadi pengawas SMK/MAK sesuai dengan rumpun mata
pelajarannya;
e)
Memiliki
pangkat minimum penata, golongan ruang III/c;
f)
Berusia
setinggi-tingginya 50 tahun, sejak diangkat sebagai pengawas satuan pendidikan;
g)
Memenuhi
kompetensi sebagai pengawas satuan pendidikan yang dapat diperoleh melalui uji
kompetensi dan atau pendidikan dan pelatihan fungsional pengawas, pada lembaga
yang ditetapkan pemerintah; dan
h)
Lulus
seleksi pengawas satuan pendidikan
B.Beban
Kerja Guru dan Pengawas
Ø Beban
Kerja guru
1. GURU
MATA PELAJARAN
Mengajar paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam
tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jama tatap muka dalam 1 (satu)
minggu pada satu atau lebih satuan pendidikan yang memiliki ijin pendirian dari
Pemerintah atau Pemerintah Daerah. (Permendiknas Nomor 39 Tahun 2009 pasal 1
ayat 1).
2. GURU
BIMBINGAN DAN KONSELING
Mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150
(seratus lima puluh) peserta didik per tahun pada satu atau lebih satuan
pendidikan. (PP. Nomor 74 Tahun 2008 pasal 54 ayat 6 dan permendiknas Nomor 39
Tahun 2009 pasal 1 ayat 6).
3. GURU
KELAS
Beban kerja guru kelas adalah mengampu paling
sedikit 1 (satu) rombel dalam 1 (satu) minggu secara penuh pada satu satuan
Pendidikan Dasar. (Domlak Tugas Guru dan Pengawas Bab II E Nomor 1).
4. GURU
YANG DIBERI TUGAS TAMBAHAN
a. SEBAGAI
KEPALA SEKOLAH / MADRASAH
Beban mengajar guru yang
diberi tugas tambahan sebagai kepala satuan pendidikan adalah paling sedikit 6
(enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu, atau membimbing 40 (empat puluh)
peserta didik bagi kepala satuan pendidikan yang berasal dari guru bimbingan
dan konseling/konselor. (Permendiknas Nomor 39 Tahun 2009 pasal 1 ayat 2).
b. SEBAGAI
WAKIL KEPALA SEKOLAH / MADRASAH
Beban mengajar guru yang
diberi tugas tambahan sebagai wakil kepala satuan pendidikan adalah paling
sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing 80
(delapan puluh) peserta didik bagi wakil kepala satuan pendidikan yang berasal
dari guru bimbingan dan konseling/konselor. (Permendiknas Nomor 39 Tahun 2009
pasal 1 ayat 3).
c. SEBAGAI
KEPALA INSTALASI PENDIDIKAN
Beban mengajar guru yang
diberi tugas tambahan sebagai kepala perpustakaan dan kepala laboratorium,
bengkel, atau unitt produksi pada satuan pendidikan adalah paling sedikit 12
(dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu. (Permendiknas Nomor 39 Tahun
2009 pasal 1 ayat 4 dan 5).
Ø
Beban Kerja Pengawas
Sekolah
1) Tugas Pokok dan Fungsi Pengawas
Sekolah
Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 0304/U/1980 tentang Struktur Organisasi Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, menempatkan pengawas dan penilik sekolah sebagai tenaga dua
fungsi. Maksudnya, mereka memiliki posisi jabatan struktural dan juga berposisi
pada jabatan fungsional. Akan tetapi, dengan keluarnya Keputuan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor 118/1996 tentang Jabatan
Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya, pengawas sekolah dan penilik
sekolah (kemudian bernama pengawas sekolah) murni menjadi pejabat fungsional.
Jabatan struktural yang melekat padanya dilepaskan oleh keputusan itu itu.
Sejak itulah pengawas sekolah bertugas sebagai penilai dan pembina bidang
teknik edukatif dan teknik adminsitratif di sekolah yang menjadi tanggung
jawabnya.
Secara tegas dikatakat dalam Keputusan Menpan No. 118/1996
sebagai berikut,
”Pengawas sekolah adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi
tugas, tanggungjawab, dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang
untuk melakukan pengawasan pendidikan di sekolah dengan melaksanakan penilaian dan pembinaan dari segi teknis pendidikan dan administrasi pada satuan pendidikan prasekolah,
dasar, dan menengah.”
Inti tugas pokok dan fungsi pengawas
sekolah adalah menilai dan membina. Subjek yang
dinilai adalah teknis pendidikan dan administrasi pendidikan. Penilaian menurut
PP 19/2005, bab I, pasal 1, ayat (17) adalah seperti betikut ini, ”Penilaian
adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian
hasil belajar peserta didik.” Sedangkan Kepmenpan No. 118/1996, bab I,
pasal 1, ayat (8) menyatakan, ”Penilaian adalah penentuan derajat kualitas
berdasarkan kriteria (tolok ukur) yang ditetapkan terhadap penyelenggaraan
pendidikan di sekolah.”
Terkait dengan tugas menilai, seorang
pengawas sekolah melakukan pengumpulan informasi tentang subjek dan objek
kerjanya (teknik pendidikan dan administrasi). Informasi itu kemudian
diolah sedemikian rupa. Hasil olahan informasi itu digunakan untuk
mengukur atau menentukan derajat kualitas subjek. Hasil penilaian tersebut akan
menginformasikan kepada pengawas sekolah bahwa teknik pendidikan di satuan
pendidikan tertentu telah memenuhi tolok ukur (standar) yang ditetapkan atau
sebaliknya. Begitu pula halnya dengan teknik administrasi.
Kepemenpan Nomor 118/1996, Bab I, pasal 1, ayat:
(9) Pembinaan adalah memberi arahan,
bimbingan, contoh, dan saran dalam pelaksanaan pendidikan
sekolah.
(10) Memberikan arahan adalah upaya Pengawas Sekolah
agar guru dan tenaga lain di sekolah yang diawasi dalam melaksanakan
tugasnya lebih terarah dan mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
(11) Memberikan bimbingan adalah upaya Pengawas Sekolah
agara guru dan tenaga lain di sekolah yang diawasi mengetahui secara lebih
rinci kegiatan yang harus dilaksanakan dan cara melaksanakannya
(12) Memberikan contoh adalah upaya Pengawas Sekolah
yang dilaksanakan dengan cara yang bersangkutan bertindak sebagai guru yang
melaksanakan proses belajar mengajar/bimbingan untuk materi tertentu di depan
kelas/ruangan bimbingan dan kenseling dengan tujuan agar guru yang diawasi
dapat mempraktikkan model mengajar/membimbing yang baik.
(13) Memberikan saran adalah upaya pengawas sekolah
agar sesuatu proses pendidikan yang dilaksanakan di sekolah lebih baik dari
pada hasil yang dicapai sebelumnya atau berupa saran kepada pimpinan untuk
menindaklanjuti pembinaan yang tidak dapat dilaksanakan sendiri.
Berdasarkan hal di atas, ada sejumlah komepetensi yang harus
dimiliki oleh seorang pengawas sekolah. Secara garis besar ada dua kompetensi
yang harus dimliki, yakni kompetensi menilai dan kompetensi membina. Wawasan
pengeawas sekolah dalam bidang penilaian sangatlah dibutuhkan. Mulai dari
memahami konsep penilaian, jenis penilaian, indikator penilaian, instrumen
penilaian, mengolah hasil penlaian, sampai kepada memanfaatkan hasil
penilaian untuk pembinaan, merupakan hal wajib yang harus dikuasai pengawas
sekolah. Selain itu, melaksanakan penilaian dengan kiat yang tepat juga
merupakan bagian dari komeptensi yang tidak boleh dilupakan. Sehubungan dengan
ini, ada empat kelompok tugas pengawas sekolah yaitu: (1) merencanakan
penilaian yang dilengkapi dengan instrumennya; (2) melaksanakan penilaian
sesuai dengan kaidah-kaidah penilaian; (3) mengolah hasil penilaian
dengan teknik-teknik pengolahan yang ilmiah; dan (4) memanfaatkan hasil
penilaian untuk berbagai keperluan.
Kompetensi dalam membina juga demikian halnya. Pengawas
sekolah haruslah memahami konsep pembinaan, jenis-jenis pembinaan, strategi
pembinaan, komunikasi dalam membina, hubungan antarpersonal dalam membina, dan
sebagainya. Sekaitan dengan pembinaan, pengawas sekolah juga harus piawai
merencanakan pembinaan, melaksanakan pembinaan, menilai hasil pembinaan, dan
menindaklanjuti hasil pembinaan. Dengan kompetensi-kompetensi itu tentu
keberadaan pengawas di satuan pendidikan benar-benar diharapkan dan dirindukan.
Berdasarkan hal itu tugas pokok pengawas sekolah dapat
dirumuskan selaras dengan ayat 1, pasal 2, Kepmenpan Nomor 118/1996 sebagai
beirkut, ”Pengawas Sekolah mempunyai tugas pokok menilai dan membina
penyelenggaraan pendidikan pada sejumlah sekolah tertentu baik negeri maupun
swasta yang menjadi tanggungjawabnya.”
2) Operasional Kerja Pengawas Sekolah
Operasiaonal kerja pengawas sekolah
pada satuan pendidikan adalah supervisi yang berwujud penilain dan
pembinaan yang dilakukan pengawas sekolah terhadap satuan pendidikan (sekolah).
Objek pembinaan dan penilaiannya adalah teknis pendidikan dan teknis
administrasi. Proses yang dilakukan meliputi empat langkah penting, yakni
perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan penindaklanjutan. Pengorganisasian
dilakukan dalam program kerja yang meliputi program kerja tahunan dan program
kerja semesteran. Semua kegiatan dilakukan secara berkesinambungan dari tahun
ke tahun dan dari satu semester ke semester berikutnya.
Pada akhir tahun pelajaran, pengawas
sekolah melakukan refleksi terhadap kegiatan supervisi yang dilakukannya
sepanjang tahun itu. Hasil refleksi itu akan memberikan informasi tentang
pelaksanaan supervisi yang tuntas dan yang tidak tuntas sesuai dengan rencana.
Hal yang tuntas sesuai dengan rencana tidak perlu dilanjutkan pada tahun
berikut. Hal yang belum tuntas menurut ukuran rencana, perlu dilanjutkan pada
tahun berikut. Dengan demikian, perencanaan supervisi tahun berikut memiliki
landasan empiris yang jelas, yakni pengalaman atau data supervisi tahun yang
lalu.
Selain merefleksi hasil supervisi
tahun lalu, pengawas sekolah juga membahas, mengkaji, dan menganalisis
kebijakan-kebijakan mutakhir yang diterbitkan birokrasi pendidikan. Kebijakan
itu dibahas secara rinci, terutama yang terkait langsung dengan tujuan
supervisi dan bidang tugas pengawas sekolah. Kebijakan bisa berasal dari
pemerintah dan bisa juga dari pemerintah daerah. Atau mungkin dinas pendidikan
setempat juga mengeluarkan kebijakan bidang pendidikan. Dengan menganalisis dan
memanfaatkan kebijakan bidang pendidikan, berarti perencanaan supervisi yang
disusun pengawas sekolah memilki dasar yuridis yang jelas pula.
Hal lain yang diperhatikan adalah
perkembangan ilmu dan pengetahuan. Perkembangan ilmu dan pengetahuan bisa
terkait dengan substansi disiplin ilmu, bisa juga terkait dengan pendekatan,
metode, dan teknik supervisi. Perkembangan ilmu dan pengetahuan tersebut
hendaklah menjadi perhatian pengawas sekolah dalam menyusun perencanaan supervisi.
Kemudian, perkembangan ilmu dan pengetahuan yang relevan dapat dijadikan
landasan penyusunan perencanaa tahun itu. Dengan demikian, perencanaan
supervisi yang disusun pengawas sekolah memiliki landasan teoretis yang jelas.
Perencanaan supervisi, kemudian
disebut program kerja pengawas sekolah terdiri dari program tahunan dan program
semester. Program tahunan dibuat oleh sekelompok pengawas sekolah yang diberi
tugas oleh koordinator pengawas sekolah. Program semesteran dibuat oleh
masing-masing pengawas sekolah untuk ruang lingkup kerja satuan pendidikan yang
dibinanya. Program semesteran ini disusun berdasarkan program rahunan. Jadi,
program tahunan berlaku untuk suatu kota atau kabupaten dan menjadi pedoman
untuk menyusun program semesteran. Program semesteran adalah program
masisng-masing pengawas sekolah untuk sekolah yang menjadi tanggungjawabnya.
Berdasarkan uraian di atas,
perencanaan atau program supervisi satuan pendidikan (sekolah) memiliki tiga
landasan penting. Ketiga landasan penting itu adalah landasan empiris,
landasan yuridis, dan landan teoretis. Dengan ketiga landasan
tersebut, perencanaan atau program supervisi diharapkan bedayaguna dan berhasil
guna, efektif dan efisien.
Aplikasi perencanaan meliputi dua bidang utama yakni teknik
pendidikan dan teknik administrasi. Teknik pendidikan berhubungan dengan
pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik dengan segala
aspeknya. Pembelajaran itu sendiri sekurang-kurangnya meliputi lima bidang
pokok yakni penyusunan program, penyajian program, penilaian hasil dan proses,
menganalisis hasil belajar, dan menyusun serta melaksanakan perbaikan dan
pengayaan. Sekaitan dengan itu, pertama-tama yang harus dinilai oleh pengawas
sekolah adalah program yang disusun oleh pendidik. Apakah program itu telah
memenuhi standar atau belum? Kalau belum, di mana belumnya? Apa faktor
penyebabnya? Dan mungkin sejumlah pertanyaan lain dapat dimunculkan.
Barangkali, pertanyaan utama yang diajukan untuk penyusunan program oleh
pendidik adalah, ”Berapa persenkah jumlah pendidik di bawah pengawasan saya
yang telah menyusun program pembelajaran dengan benar (menurut standar yang
ditetapkan)?
Sebelum menjawab pertanyaan itu, tentu pengawas sekolah telah
memiliki standar kelayakan suatu program pembelajaran. Jika standar itu belum
ditetapkan, seyogyanya itulah langkah awal yang harus dilakukan oleh pengawas
sekolah besama-sama pada satu kabupaten/kota bersama pengawas sejenis. Standar
kelayakan itu menjadi penting, karena itulah yang menjadi panduan atau dasar bagi
pengawas sekolah untuk menilai dan membina pendidikan dalam menyusun program
pembelajaran. Tanpa mengenal standar kelayakan suatu program, pengawas sekolah
akan cendrung semena-mena dalam menilai dan membina. Tentu saja hasil penilaian
dan pembinaan tidak akan optimal dan tidak akan bermanfaat untuk peningkatan
mutu.
Hal yang sama juga berlaku untuk penyajian program, penilaian
hasil belajar, analisis hasil belajar, dan perbaikan serta pengayaan.
Standar-standar masing-masing kegiatan itu jika belum terumuskan secara
spesifik, tentu itulah yang pertama-tama dikerjakan oleh kelompok pengawas mata
pelajaran, rumpun mata pelajaran, bimbingan dan koenseling, serta pengawas
sekolah dasar dan teman kanak-kanak. Sudahkah standar kelayakan itu ada?
Inilah yang harus dijawab pertama-tama oleh para pengawas sekolah.
Untuk membantu para pengawas sekolah, seyogyanya kembali ke
Peraturan Pemerintah Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal
19 ayat (1) misalnya menyatakan, ”Proses pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan psikologis peserta didik.” Jika hal
ini dijadikan sebagai standar kelayakan penyajian program, tentu perlu
dirumuskan indikator dari setiap item kelayakan itu. Dari indikator-indikator
itulah lahirnya instrumen penilaian yang merupakan bagian dari perencanaan
supervisi.
Kalau sasaran supervisi adalah teknik administrasi, pengawas
sekolah juga menetapkan standar kelayakannya. Misalnya pengelolaan satuan
pendidikan sebagai bagian dari teknik administrasi, pengawas sekolah juga dapat
mepedoman PP 19/ 2005 yang berhubungan dengan standar pengelolaan. Dari
standar-standar yang ada itu pula dapat disusun indikator pengelolaan yang
kemudian akan melahirkan instrumen penilaian tentang pengelolaan satuan
pendidikan. Hal yang sama juga berlaku untuk bidang lain yang terkait dengan
standar nasional pendidikan.
Bila kedua bidang (teknik pendidikan dan adminsitrasi) telah
dinilai, tentu diperoleh sejumlah data tentang itu. Data atau informasi
tersebut akan berbicara kepada pengawas sekolah setelah melalui pengolahan yang
benar. Informasi tersebutlah yang kemudian dijadikan landasan untuk melakukan
pembinaan. Katakanlah misalnya, jumlah pendidik di bawah binaan seorang
pengawas sekolah hanya 50 persen yang dapat membuat program pembelajaran
berdasarkan standar kelayakan. Padahal, target seorang pengawas sekolah dalam
program semesternya adalah 80 persen pendidik yang dibinanya mampu menyusun
program pembelajaran berdasarkan standar kelayakan. Oleh karena itu, ada 30
persen lagi dari jumlah guru yang ada yang harus dibina. Bentuk, metode, dan
teknik pembinaan terhadpa 30 persen pendidik itu dituangkan ke dalam
perencananaan atau program pembinaan. Dengan demikian, pada akhir tahun
pembelajaran akan dapat dilakukan refleksi terhadap pembinaan yang dilakukan. Begitu
seterusnya untuk bidang-bidang yang lain.
PP 19/2005, pasal 19, ayat (3) menyatakan, ”Setiap satuan
pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses
pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan
efisien.” Pada pasal 23 ditegaskan, ”Pengawasan proses pembelajaran
sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (3) meliputi pemantauan, supervisi,
evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah
tindak lanjut yang diperlukan.”
Pengawas sekolah berkewajiban menyusun laporan atas kegiatan
supervisinya. Laporan tersebut selain digunakan untuk menyusun perencanaan
supervisi tahun berikutnya, juga digunakan sebagai pertanggungjawaban atas
tugas-tugas yang dipikulkan kepadanya. Pasal 58 ayat (5) PP 19/2005 menyatakan,
”Untuk pendidikan dasar, menengah, dan nonformal laporan oleh pengawas atau
penilik satuan pendidikan ditujukan kepada Bupati/ Walikota melalui Dinas
Pendidikan Kabupaten/ Kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan dan
satuan pendidikan bersankutan.”
3) Pengawas Sekolah dan Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan dalam konteks makalah
ini adalah mutu proses pembelajaran dan hasil belajar. Mutu proses mengacu
kepada standar proses seperti yang tertuang di dalam PP Nomor 19/2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. PP 19/2005, bab 1, pasal 1, ayat 6 menyatakan,
”Standar proses adalah standar naisonal pendidikan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan.” Standar kompetensi lulusan ditegaskan pada ayat 4 seperti
berikut, ”Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.”
Pada pasal 19 ayat (1) peraturan
pemerintah ini dinyatakan, ”Peroses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi perserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang
yang cukup bagi prakarsa, kretivitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis perserta didik.” Pada ayat
(2) ditambahkan, ”Selain ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1),
dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.” Pada ayat (3)
ditambahkan lagi, ”Setiap satuan pendidikan melakukan perenscanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian proses pembelajaran,
dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang
efektif dan efisien.”
Jadi, mutu pendidikan dalam konteks
makalah ini adalah mutu proses yang mengacu kepada standar proses dan mutu
hasil yang mengacu kepada standar komepetnsi lulusan. Mutu proses memiliki
hubungan kausal dengan mutu hasil. Jika proses pembelajaran bermutu,
tentulah standar komptensi lulusan dapat dicapai dengan bermutu pula.
Pencapaian kedua mutu yang dimaksud,
sudah jelas membutuhkan keberadaan pengawas sekolah. Hal itu terkait dengan
tugas pokoknya yakni menilai dan membina teknik pendidikan dan treknik
administrasi. Penilaian mengacu kepada pengumpulan, pengolahan, dan penafsiran
data dari subjek yang dinilai (proses pembelajaran), sedangkan pembinaan
mengacu kepada hasil penilaian. Dengan demikian, keberadaan pengawas sekolah
untuk meningkatkan mutu sangatlah penting.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar